BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
PMS
Penyakit kelamin banyak terdapat di setiap negara. Banyaknya penyakit kelamin dalam masyarakat mencerminkan keadaan sosial penderita karena tergantung pada tingkah laku manusia, faktor psikologis, dan keadaan ekonominya.
Penyakit akibat hubungan kelamin (sexually
transmitted disease) merupakan penyakit-penyakit
yang disebarkan melalui kontak seksual/kelamin.
Sejak dulu, penyakit-penyakit ini merupakan masalah
kesehatan yang perlu diperhatikan.
Apalagi setelah ditemukannya virus HIV (Human Immunodeficiency
Virus = virus yang melumpuhkan kekebalan
tubuh manusia) yang menimbulkan penyakit AIDS (Acquired Immune
Deficiency Syndrome = Sindrom menurunnya
kekebalan tubuh).
PMS adalah
singkatan dari Penyakit Menular Seksual, yang berarti suatu infeksi atau
penyakit yang kebanyakan ditularkan melalui hubungan seksual (oral, anal atau
lewat vagina). PMS juga diartikan sebagai penyakit kelamin, atau infeksi yang
ditularkan melalui hubungan seksual. Harus diperhatikan bahwa PMS menyerang
sekitar alat kelamin tapi gejalanya dapat muncul dan menyerang mata, mulut,
saluran pencernaan, hati, otak, dan organ tubuh lainnya. Umumnya
matarantai penularan PMS adalah PSK. Rasio penularan akan meningkat bila
pemakaian kondon dan hubungan seksual dengan PSK tidak dilakukan. PMS yang
banyak ditemui Gonorrhoe (GO), Sifilis, Trikomoniasis, Herves Simplek, HIV /
AIDS.
Penyakit menular seksual (PMS) adalah
infeksi apapun yang terutama yang didapat melalui kontak seksual. PMS adalah
istilah umum dan organisme penyakit penyebabnya, yang tinggal dalam darah atau
cairan tubuh, meliputi virus, mikoplasma, bakteri, jamur, spirokaeta dan
parasit-parasit kecil (misalnya Phthirus pubis, skabies). Sebagian organisme
yang terlibat hanya ditemukan di saluran genital (reproduksi) saja tetapi yang
lainnya juga ditemukan di dalam organ tubuh lain. Di samping itu, seringkali
berbagai PMS timbul secara bersama-sama dan jika salah satu ditemukan, adanya
PMS lain harus dicurigai. Terdapat tentang keintiman kontak tubuh yang dapat
menularkan PMS termasuk berciuman,
hubungan seksual, hubungan seksual melalui anus, kubilingus, anilingus,
felasio dan kkontak mulut atau genital dengan payudara. Dokter diminta
melaporkan PMS yang paling banyak terjadi ke departeman kesehatan setempat.
Perempuan
lebih mudah terkena ISR dibandingkan laki – laki, karena saluran reproduksi
perempuan lebih dekat ke anus dan saluran kencing, ISR pada perempuan juga
sering tidak diketahui karena gejalanya kurang jelas dibandingkan dengan laki –
laki. Pada perempuan ISR dapat menyebabkan kehamilan di luar kandungan.,
kemandulan, kanker leher rahim, kelainan pada janin / bayi, misalnya Berat
Badan Lhir Rendah (BBLR) infeksi bawaan sejak lahir, bayi lahir mati, dan bayi
lahir belum cukup umur. Infeksi saluran reproduksi (ISP) dapat terjadi akibat :
1) Sisa
kotoran yang tertinggal karena pembasuhan buang air besar yang kurang sempurna.
2) Kesehatan
umum rendah.
3) Kurangnya
kebersihan alat kelamin, terutama saat haid
4) Perkawinan
pada usian muda dan berganti – ganti pasangan
5) Hubumgam
sexual dengan penderita infeksi
6) Pelukaan
pada saat keguguran, melahirkan atau perkosaan
7) Kegagalan
pelayanan kesehatan dalam sterilisasi alat dan bahan dalam melakukan
pemeriksaan / tindakan disekitar saluran reproduksi.
Beberapa
hal penting yang perlu diketahui tentang PMS :
1) PMS
dapat terjadi pada laki – laki maupun perempuan
2) Penularan
PMS dapat terjadi,walaupun hanya sekali melakukan hubungan seksual tanpa
memakai kondon denagn penderita PMS.
3) Tidak
ada seorang pun yang kebal terhadap PMS
4) Perempuan
lebih mudah tertular PMS dari pasangannya dibandingkan sebaliknya, kaerna
bentuk dari alat kelaminnya dan luas permukaannya yang terpapar oleh air mani
pesangannya
5) Infeksi
atau borok pada alat reproduksi perempuan sering tersembunyi dan tidak mudah
dilihat oleh petugas yang kurang terlatih
6) ISR
meningkat risiko penularan PMS / HIV / AIDS pada perempuan sepuluh kali lebih
besar
7) Beberapa
PMS mungkin tidak menimbulkan gejala yang berarti pada perempuan, tetapi tetap
dapat menularkan penyakit tersebut pada pasanngannya
8) Tanda
– tanda dan gejala PMS pada laki – laki biasanya sebagai luka atau duh tubuh,
sehingga pengobatan dapat dilakukan lebih awal
9) PMS
sering tidak diobati dengan benar sehingga mengakibatkan penularan dan
penderitaanyang berkepanjangan. Kebanyakan PMS dapat diobati bila pengobatannya
tepat dan pada saat yang tepat pula
10) Komplikasi
PMS seperti kemandulan dapat dicegah bila PMS segera diobati
11) Belum
ada vaksin atau imunisasi untuk PMS
12) PMS
meningkatkan kemungkinan tertular HIV / AIDS sebanyak 4 kali.
2.2 Rantai Penularan PMS
Virus, bakteri, protozoa, penyakit,
dan jamur, manusia, bahan lein yang tercemar kuman, penis, vagina, lubang anus,
kulit yang terluka, darah, dan selaput lendir. Yang paling umum adalah hubungan
seks (penis-vagina, penis-lubang pantat, mulut-lubang pantat, mulut-vagina,
mulut-penis).
Hubungan seks, pemakaian jarum suntik
secara bersama-sama dari orang yang terkena PMS ke orang lainnya (obat suntik
terlarang, transfusi darah yang tidak steril, jarum tato dan lainnya). Orang
yang berperilaku seks tidak aman. Makin banyak pasangan seks, makin tinggi
kemungkinan terkena PMS dari orang yang sudah tertular.
Menurut
sumber lain, cara penularan PMS termasuk HIV / AIDS, dapat
melalui :
1. Hubungan
seksual yang tidak terlindung, baik melalui vagina, anus, maupun oral. Cara ini
merupakan cara paling utama ( lebih dari 90 % )
2. Penularan
dari ibu ke janin selama kehamilan ( HIV / AIDS, Herves, Sipilis ) pada
persalinan ( HIV / AIDS, Gonorhoe, Klamidia ), sesudah bayi lahir ( HIV / AIDS )
3. Melalui
transfusi darah, suntikan atau kontak langsung denagn cairan darah atau produk
darah ( HIV / AIDS )
Perilaku
yang berisiko tinggi terhadap penularan PMS, termasuk HIV / AIDS :
1. Sering
berganti – ganti pasangan seksual atau mempunyai satu atau lebih pasangan
seksual baik yang dikenal atau yang tidak dikenal( misalnya dengan penjaja
seksual )
2. Pasangan
seksual mempunyai pasangan ganda. Penularan dari ibu ke janin / bayinya sering
bersumber dari pasangan / suami seperti ini
3. Terus
melakukan hubungan seksual, walaupun mempunyai keluhan PMS dan tidak
memberitahukan kepada pasangannya tentang hal tersebut
4. Tidak
memakai kondom saat melakukan seksual dengan pasangan yang beresiko
5. Pemakaian
jarum suntik secara bersama – sama secara bergantian, misalnya pada penderita
ketergantungan narkotika atau kelalaian petugas kesehatan dalam menjaga
sterilitas alat suntik.
2.3 Jenis-jenis
Penyakit Menular Seksual
Penyakit menular seksual (PMS) yang banyak terjadi di masyarakat, di antaranya berikut ini.
a.
INFEKSI HUMAN
IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV)
Human immunodeficiency virus (HIV) pertama kali dilaporkan
menyebabkan penyakit pada tahun 1981. Sekarang di Amerika Serikat AIDS
merupakan penyebab kematian ke lima pada wanita usia subur. Lebih parah lagi di
New York AIDS merupakan penyebab kematian utama pada kelompok umur ini. AIDS
sekarang merupakan krisis yang melanda seluruh dunia dengan jutaan penderita,
terutama di negara-negara berkembang. Salah satu kesulitan mengenali infeksi
HIV adalah masa laten tanpa gejala yang lama , antara 2 bulan hingga 5 tahun.
Umur rata-rata saat didiagnosis infeksi HIV ditegakkan adalah 35 tahun.
Virus berada dalam
darah dan semua cairan tubuh dan ditularkan melalui kontak seksual (>70%),
terpapar darah atau cairan tubuh yang terinfeksi secara parenteral atau
masuknya virus secara transplasenta dari ibu ke janin. Kelompok dengan resiko
tertinggi terhadap infeksi HIV adalah homoseksual, pria biseksual,
penyalahgunaan obat-obatan intravena dan penderita hemofilia yang mendapat
transfusi darah. Kelompok resiko tinggi lainnya adalah kaum prostitusi dan
mitra heteroseksual pria yang berada dalam kelompok resiko tinggi. Semua darah
harus di skrining terhadap HIV sebelum ditransfusikan untuk memperkecil risiko
melalui transfusi. Wanita lebih mudah mendapat virus dari pria dibanding
sebaliknya karena konsentrasi HIV dalam semen tinggi dan robekan mukosa pada
introitus vagina saat hubungan seksual lebih sering terjadi dibandingkan
kerusakan kulit penis.
Meskipun antibodi
anti-HIV berkembang dalam waktu 12 minggu setelah terpapar, 45%-90% orang yang
terinfeksi HIV akan mengalami gejala-gejala infeksi akut serupa dengan infeksi
mononukleosis dalam waktu beberapa bulan. Mereka mengalami penurunan berat
badan, demam, keringat malam, faringitis, limfedenipati dan ruam makulopapuler
eritematosa. Sebagian besar gejala ini akan hilang dalam beberapa minggu meskipun
pasien tetap infeksius walau tanpa gejala. Sebagian akan berlanjut dan
menimbulkan kumpulan gejala-gejala yang berkaiotan dengam AIDS (AIDS-related
complex, ARC), dengan imunosupresi dini ( penurunan limfosit CD4+). ARC
biasanya ditandai oleh limfadenopati generalisata, penurunan berat badan,
diare, gangguan penyerapan dan penyusutan tubuh. Sebagian pasien mengalami
imunosupresi lebih lanjut dan berkembang menjadi AIDS ( adanya satu atau lebih
gejala berupa sepsis akut, infeksi oportunistik, sarkoma kaposi, kesulitan
kognitif atau depresi, begitu diagnosis AIDS ditegakkan, angka kematian
melebihi 90%. Kelainan imunologi yang berkaitan dengan AIDS meliput (tetapi tidak terbatas dengan hal-hal ini )
limfopenia, penurunan sel T-helper, penurunan limfosit T, hipergamaglobulinemia
dan perbandingan T4/T8 terbalik.
Karena belum ada
obat untuk HIV, terapi dewasa ini hanya memperlambat kemajuan penyakit. Karena
itu penting sekali menekan upaya pencegahan. Disamping upaya untuk tidak
melakukan hubungan seksual (abstinensia) atau hanya menjalin hubungan dengan
satu mitra seksual yang diketahui tyidak terinfeksi,penggunan konkom lateks
yang sudah dilumasi dengan nonoxynol 9 merupakan metode yang paling efektif
dalam membertas resiko infeksi. Jika seorang wanita postif HIV, maka dia harus
diberi nasehat untuk (1) tidak mendonorkan darah, plasam, jaringan atau
organya, (2) menghindari kehamilan, (3) menjaga hubungan dengan satu pasangan
dan (4) tekun menggunakan kondom yang sudah dilumasi dengan nonoxynol 9 selama
kontak seksual apapun.
Pemeriksaan
antibodi HIV dimulai dengan pemeriksaan imunosorben terkait enzim (ELISA)
dengan sensitivitas >95% dan spesifitas >99% jika telah berulangkali
positif. Jika ELISA positif, harus dilakukan pemeriksaan western blot untuk
mengkonfirmasi diagnosis. Hasil negatif palsu jarang terjadi kecuali pasien
berada dalam tahap penyakit yang terlalu dini untuk membentuk antibodi.
Penapisan HIV (setelah mendapat persetujuan pasien dan dijamin kerahasiannya)
harus dianjurkan wanita-wanita dan kelompok berikut: penggunaan obat-obtan
intravena, pekerja seks, mempunyai mitra seksual pria dengan HIV positif atau
mempunyai resiko HIV, penderita penyakit menular seksual lainya, mendapat
transdusi darah antara tahun 1978-1985, memiliki tanda-tanda dan gejala klinis
HIV, penduduk negara dengan infeksi HIV heteroseksual endemis tinggi, penghuni
tahanan dan wanita yang menggap dirinya beresiko.
Kehamilan
tampaknya tidak mengubah perjalanan penyakit HIV tetapi kemungkinan janin
mendapat virus adalah 20%-50%. Neonatus dapat terinfeksi selama persalinan dan
kelahiran melalui darah atau cairan dari tubuh ibu atau dapat terinfeksi selama
menyusui. Cara pelahiran tidak mempengaruhi perkembangan AIDS pada anak.
Penyakit akut yang berhubungan dengan HIV delam kehamilan dapat salah
didiagnosis jika pemeriksaan serologis HIV tidak dilakukan. Jika infeksi HIV
didiagnosis selama kehamilan, pengobatan harus ditunda karena adanya potensi
teratogenetik pada obat-obatan yang digunakan. Wanita hamil yang terinfeksi
harus menjalani tes penapisan untuk PMS lainnya sambil mengevaluasi adanya
infeksi oportunistik. Dianjurkan melakukan pemeriksan serologis dasar untuk
sitomegalovirus dan toksoplasmosis, uji kulit untuk TBC
dan Rontgen dada.
Perawatan wanita
dengan HIV positif dan bayinya selama peripartum dan postpartum meliputi
perlindungan bagi pekerja tenaga kesehatan dengan menggunakan panduan
pengendalian infeksi universal (misalnya baju kedap air, sarung tangan, masker,
kacamata, untuk mengatasi kemungkinan terpercik, penghisap dinding atau bola
lampu). Pemasangan elektrode pada kulit kepala dan pengambilan sampel darah
kulit kepala janin harus dihindari
merupakan tempat masuk virus HIV yang potendial jika janin belum
terinfeksi). Jangan lakukan sirkumsisi jika neonatus positif HIV. Karena
antibodi IgG anti HIV dapat menembus plasenta, pemeriksaan serologi bayi
mungkin positif tanpa terinfeksi. Gambaran wajah abnormal pernah diuraikan pada
sebagian bayi baru lahir dengan HIV positif, tetapi hal ini jarang terjadi.
Jika terjadi AIDS pada neonatus / anak-anak, perjalanan penyakitnya lebih cepat
dibandingkan dewasa dan kematian lebih banyak terjadi dalma waktu beberapa
bulan dibanding beberapa tahun.
2. GONORE
Neisseria gonorrhoeae ( salah satu penyebab PMS yang paling
lazim) adalah diplokokus gram negatif yang biasanya berdiam dalam uretra,
serviks, faring atau saluran anus wanita.. Infeksi terutama mengenai epitel
kolumner atau transisional salurn kemih atau kelamin. Organisme ini sangat
sulit untuk dikultur dan peka terhadap suasana kering, cahaya matahari,
pemanasan dan sebagian besar desinfektan. Diperlukan media khusus (mmisalnya
Thayer-Martin) untuk mencapai hasil yang optimal. Biakan saluran genital bawah
biasanya didapat dengan memutar lidi kapas selama 15-20 detik jauh didalam
saluran endoserviks. Jika dibuat usapan ektum, insiden keberhasilan meningkat
dari 85% menjadi >90%. Pada infeksi saluran genital atas yang dibuktikan
dengan biakan yang di dapat melalui laparoskopi, hanya kira-kira 50% biakan
saluran genital bawah akan memperlihatkan N. Gonorrhoeae.
Setelah terpapar
oleh mitra seksual yang terinfeksi, sekitar 60%-90% wanita dan 20%-50% pria
akan terinfeksi. Jika tidak diobati, 10%-17% wanita akan mengalami penyakit
radang panggul (PRP). Jika wanita positif terinfeksi N.gonorrhoaea, ia juga
kemungkinan 20%-40% mengalami infeksi klamidia, sifilis atau hepatitis.
Gejala-gejala dini
yang khas meliput discharge vagina, gangguan frekuensi miksi dan iritasi
rektum. Sebagian melaporkan rasa panas seperti terbakar, gatal atau peradangan
pada vulva, vagina, serviks atau uretra meskipun sebagian besar wanita tidak
bergejala. Mungkin mnegenai duktus dan kelenjar bartholini yang dibuktikan
dengan adanya pembengkakan atau pembentukan abses. Faringitis dan tonsilitis
akut dapat terjadi teta[i tidak lazim. Jarang terjadi, karier yang tanpa gejala
akan mengalami penyebaran infeksi dengan poliartralgia, tenosinovitis dan
dermatitis atau meningitis atau endokarditis. Meskipun infeksi mata yang sering
terjadi pada neonatus yang dilahirkan oleh ibu yang terinfeksi, oftalmitis pada
dewasa dapat terjadi akibat autoinokulasi.
Diagnosis dapat
diperkiran jika pada apusan dengan pewarnaan dari tempat yang terkena
menunjukan adanya diplokokus gram negatif intraseluler. Namun konfirmasi
diagnostik setelah adanya kultur dalam media selektif penting dilakukan. Biakan
untuk gonore harus mencangkup pemeriksaan resistensi penisilin karena 2%-3%
strain di Amerika Serikat resisten terhadap penisilin. Kasus gonore harus di
laporkan ke pejabat kesehatan setempat.
Pasien dan semua
mitra seksualnya harus diobati. Semua penyakit lain yang ditemukan bersamaan
harus diobatijika ada. Regimen pengobatan untuk pasien dewasa yang dipilih
untuk penyakit tanpa komplikasi, menurut Centers of Disease Control (CDC) adalah
seftriason 250 mg IM, diikuti oleh doksisiklin 100 mg PO dua kali sehari selma
7 hari. Regimen alternatif meliputi (1) spektinomisinb 2g IM, diikuti oleh
doksisiklin untuk pasien pasien yang tidak tahan terhadap seftriaxon (namun
spektinomisin bukan merupakan terapi yang dapat diandalkan untuk infeksi
faring, (2) siprofloksasin 0,5 g atau norfloksasin 0,8 mg per oral satu kali
(hanya untuk yang tidak hamil), ditambah doksisiklin, (3) sefotaksin 1 gr atau
seftiason 0,5 g IM, ditambah doksisiklin, (4) sefuroksin asetil 1 gr dengan
probenesid 1 gr PO satu kali, ditambah doksisiklin pada kasus-kasus yang
didapat yang didapat terbukti tidak menghasilkan penisilinase. Jika tetrasiklin
merupakan kontraindikasi atau tidak dpat ditoleransi, dapat diberikan eritromisn
etilsuksinat 800 mg PO empat kali sehari selama 7 hari. Karena munculnya
organisme-organisme resisten, biakan ulangan harus dilakukan dlam waktu 7 hari
setelah terapi selesai untuk memastikan kesembuhan.
Penyakit yang
menyebar memerlukan perawatan inap. Meningitis dan endokarditis harus
dipastikan atau disingkirkan. Terapi yang dianjurkan atau disingkirkan. Terapi
yang dianjurkan adalah seftriakson 1 g IM atau IV setiap hari atau sefotaksim
atau seftriakson 1 gr IV setiapa 8 jam.
Pasien yang alergi terhadap obat-obatan
beta laktamase dapat diobati dengan spektromisin 2 gr IM setiap 12 jam. Jika
pada uji sensitivitas memastikan organisme ini sensitif terhadap penisilin,
dapat diberikan ampisilin 1 g setiap 6 jam. Regimen apapun yang dipilih,
pengobtan harus dilanjutkan selama 7 hari. Pengobatan peroral berupa sefuroksim
asetil 0,5 g setiap 1 jam, Augmentin 0,65 g setiap 8 jam atau siprofloksasin
0,5 g setiap 12 jam (jika tidak hamil).
Prognosis baik
untuk gonore yang diobati dengan tepat, tetapi fertilisasi di masa mendatang
mungkin terganggu.
3. INFEKSI
KLAMIDIA
Chlamydia trachomatis adalah mikroorganisme intraseluler
obligat dengan dinding sel menyerupai bakteri gram negatif. Meskipun
dikelompokan dalm bakteri, namun chlamydia mengadung DNA
dan RNA, dan melakukan pembelahan
biner, hanya tumbuh intraseluler seperti virus. Karena kebanyakan serotipe
C.trachomatis hanya menyerang sel epitel kolumner kecuali serotipe L yang
agresif, tanda-tanda gejala yang terjadi cenderung terlokalisir ditempat terinfeksi
(misalnya mata atau saluran genetal) tanpa adanya invasi kejaringan dalam.
·
Servisitis
Infeksi C.trachomatis pada serviks dan tuba terjadi pada
wanita usia muda (2-3 kali lebih tinggi pada wanita berumur <20 tahun ),
mempunyai banyak mitra seksual, status sosial ekonomi rendah, menderita PMS
lain dan pengguna kontrasepsi oral. Kontrasepsi penghalang cenderung menurunkan
angka infeksi. Insiden pada wanita hamil mencapai 8%-12%.
Tanda-Tanda dan Gejala
Discharge mukopurulen khas terjadi pada infeksi serviks pada
klamidia dan serviks memperlihatkan adanya peradangan hipertrofi (servisitis
mukopurulen). Infeksi dapat tidak bergejala pada 15% wanita tidak hamil yang
aktif secara seksual.
Penemuan Laboratorium
Metode deteksi yang paling sering digunakan adalah uji
antibodi monoklonal terkonjugasi fluoresen langsung (tersedia dalam bentuk
kit). Pemeriksaan ini cepat, sensitif (85%-93%) dan spesifik (kira-kira 99%).
Biasanya spesimen diperoleh dengan cara yang sama untuk gonore. Diperlukan
biakan jaringan untuk C.trachomatis dan karena harganya mahal, ketersediaanya
terbatas, dan mengalami penundaan selama 2-6 hari, maka jarang dilakukan.
Meskipun pewarnaan spesimen konjungtiva dan Giemsa pada neonatus cukup
memuaskan untuk mengenali badan inklusi klamidia, tehnik ini hanya 40%akurat
untuk infeksi genital.
Diagnosis Banding
N.gonorrhoeae merupakan satu-satunya organisme untama lainya
yang menyebabkan servisitis mukopurulen. Karena itu uji antibodi fluoresen atau
biakan pada medium selektif harus dilakukan untuk diagnosis banding. Kedua
organisme dapat ada bersama-sama.
Pengobatan
Angka kesembuhan >95% dapat dicapai dengan menggunakan
salah satu dari beberapa regimen ini. Regimen yang disukai adlah tetrasiklin
500 mg PO rmpat kali dalam 7 hari atau doksisiklin 100 mg dua kali sehari
selama 7 hari. Jika tetrasiklin merupakan kontraindikasi, dapat diberi
eritromisin basa 500 mg empat kali sehari selama 7 hari atau eritromisin
etilsuksinat 800 mg empat kali sehari selama 7 hari.
Komplikasi
Komplikasi utama infeksi serviks oleh C. Trachomatis adalah
salphingitis. Sayangnya, jika pasien hamil dan tidak diobati, konjungtivitis
klamidia dapt terjadi pada 50% neonatus yang dilahirkan pervaginam 100%
mengalami pneumonitis dengan onset lambat. Kelahiran prematur dan endometritis
pospartum dini juga merupakan masalah yang menyertai.
·
Salpingitis
Salpingitis karena C. Trachomatis mungkin sama seringnya
dengan salphingitis karena N. Gonorrhoeae. Namun terdapat perbedaan
patofisiologi dan gejala yang jelas. Salphingitis karena C. Trachomatis ( yang
juga merupakan infeksi asenden) mempunyai onset tersembunyi, biasanya
menyebabkan gejala minimal dan organisme menetap di dalam tuba (terutama dlam epitel) selama berbulam-bulan.
Sebaliknya infeksi N. Gonorrhoeae mempunyai onset akut, menyebabkan
gejala-gejala yang lebih akut dan hanya tinggal didalam tuba selama 24 – 48
jam. Infeksi gonore tampaknya memiliki efek sitotosik yang jauh lebih besar
pada epitel tuba.
Meskipun
salphingitis karena C. Trachomatis biasanya menyebabkan gejala yang lebih
sedikit, namun gambaran umum tuba bahkan mengarah ke keterlibatan yeng lebih
parah. Salphingitis merupakan akibat servisitis karena C. Trachomatis.
Pengobatan salphingitis karena C. Trachomatis dapat diberikan dengan
tetrasiklin atau erittromisin. Sekeule salphingitis karena C. Trachomatis
meliputi kehamilan ektopik dan
infertilitas meskipun insiden pasti dari komplikasi ini tidak diketahui.
·
Limfogranuloma
Venereum
C. trachomatis serotipe L menyebabkan limfogranuloma
venereum yang biasanya terjadi di daerah tropis atau subtropis ( termasuk
Amerika Serikat bagian selatan). Masa inkubasi adalah 7-21 hari, dan pria 6
kali lebih sering terkena dibanding wanita. Di Amerika Serikat, <500 kasus/
tahun yang dilaporkan dan paling banyak terjadi pada pria.
Limfogranuloma
venereum mulai dari erupsi vesikopustuler yang berkembang menjadi ulserasi
vulva dan inguinal yang sangat nyeri. Limfedema dan invasi bakteri sekunder.
Secara klinis, adanya bagian yang lebih rendah antar kelompok modus inguinalis
dan lipatan genitokruralis meghasilkan penampakan lipatan genitokrural ganda
(tanda groove). Terdapat indruasi keras bewarna kemerahan hingga biru keunguan
yang terjadi 10-30 hari setelah terpapar. Limfedema anorektal menyebabkan
defekasi yang sangat nyeri dan feses yang disertai darah. Pada perkembangan
penyakit akan terbentuk striktur rektum yang progresif yang bahkan dapat
mencegah defekasi. Striktur vagina dapat menyebabkan distorsi dan penyempitan
sehingga menghasilkan dispareunia. Sakit kepala, artalgia, mengigil dan kejang
perut dapat terjadi belakangan. Komplikasi lanjut berupa elefantiasis vulva.
Diagnosis
dipastikan dengan biakan jaringan dan penentuan serotipe, tetapi fiksasi
komplemen untuk Chlamydia dengan titer ≥1:16 sudah merupakan dugaan, dengan
meningkatnya titer (>1:64 suh merupakan diagnostik). Loma inguinale,
tubkulosis sifilis, chancroid, kanker vulva, herpes genetali dan penyakit
Hodgkin. Dengan adanya gejala-gejala sistemik. Harus dipertimbangkan
kemungkinan meningitis, artritis, peritonitis, dan plueritis.
Pengobatan
limfogranulomavenerum adlah doksisiklin 100g PO du kalisahari selama 21 hari.
Penyakit yang menetap memerlukan pengobatan tahap kedua pengobatan alternatif
meliputi tetrasiklin, eritromisin atau sulfisoksizol, masing-masing 500mg PO
empat kali selama 1 hari setela penyakit ini dapat dikendalikan, mungkin
diperlukan pembedahan (misalnya vulvektomi parsial). Abses jangan dieksisi
tetapi di aspirasi. Striktur ani harus dilatsi setiap minggu. Mungkin
diperlukan kolostomi pengalihan untuk striktur ani berat.
1.
SIFILIS
Sifilis merupakan penyakit yang disebabkan oleh spirokaeta
Treponema pallidum yang ditularkan melalui kontak langsund dengan lesi basa
yang infeksius. Organisme ini dapat
menembus membran yang intak atau kulit yang terkelupas atau di dapat
melalui transplsenta. Satu kali kontak seksual dengan mitra seksual yang terinfeksi
memberi kemungkinan 10% menderita sifilis. Penyakit yang tidak di obati akan
berlanjut dari sifilis primer ke sifilis sekunder, sifilis laten dan akhirnya
sifilis tersier. Sifilis kongenital mempunyai perjalanan penyakit ini dan
gejala-gejalanya sendiri. Kira-kira ada 280.000 kasus sifilis di Amerika
Serikat setiap tahunya.
Lesi primer sifilis adalah chancre keras, papula yang padat
dengan indurasi tanpa rasa sakit atau ulkus tepi meninggi yang muncul 10 hari
hingga 3 bulan (rata-rata 3 minggu) setelah masuknya treponema ke dalam tubuh.
Chancre ini dapat terletak di genetallia eksterna, serviks atau vagina atau
daerah kulit manapun atau membran mukosa tubuh tetapi sering kali tidak
terlihatpada wanita. Lesi primer menetap selama 1-5 minggu dan kebanyakan
diikuti penyembuhan spontan. Setiap lesi yang dicurigai chancre harus di
lakukan pemeriksaan lapangan gelap, untuk mencari adanya treponema karena tidak
tersedia biakan. Uji serologis untuk sifilis harus dilakukan setiap seminggu
selama 6 mingggu atau sampai positif (biasanya reaktif 1-4 minggu setelah
muncul chancre.
Erupsi kulit generalisata (makula, makulopapuler, papuler,
atau pustuler) atau sifilis sekunder muncul 2 minggu hingga 6 bulan setelah
lesi primer. Ruam yang terjadi difus, bilateral, berupa erupsi papuloskuamosa
simetris yang dapat mengnai telapak tangan dan kaki. Terdapat lesi perineum
(papula yang basah, kondiloma latum) dan positif untuk treponema pada
pemeriksaan lapangan gelap atau penelitian imunofluoresen. Mungkin terdapat
bercak mukkosa lainnya dismping alopesia setempat, hepatitis atau nefritis.
Limfadenopati generalisata khas terjadi. Lesi sekunder menetap selama 2-6
minggu dan sembuh spontan. Uji serologi hampir selalu positif pada tahap ini.
Sifilis laten adalah sifilis yang tidak di obat-obati
setelah gejala-gejala sekunder menghilang. Pasien ini tetap infeksius selama
1-2 tahun dan dapat kambuh menyerupai tahap sekunder. Keadaan laten ini dapat
berlangsnung seumur hidup atau berakhir dengan berkembangnya sifilis tersier
yang terjadi pada sepertiga pasien.
Sifilis tersier dintandai dengan adanya lesi destruktif pada
kulit, tulang, sistem kardiovaskuler atau gangguan sistem saraf. Sifilis
tersier dapat berakibat fatal pada 25% penderita.
Meskipun perjalan sifilis maternal tidak diubah oleh
kehamilan, penyekit ini seringkali tidak dikenali kecuali dideteksi dengan
penapisan serologis. Treponema dapat menembus plasenta selama kehamilan tetapi
jika penyakit ini ditemukan dan di obati pada umur kehamilan <18 minggu,
tampaknya janin hanya akan mengalami beberapa sekuele. Stelah 18 minggu,
terjadi tanda-tanda klasik kongenital pada janin. Risiko infeksi janin lebih
besar selama stadium sekunder dibanding stadium ptimer dan laten. Insiden lahir
mati dan persalinan prematur meningkat dengan adnya sifilis. Mungkin terdapat
hidramnion. Gambaran hidropik dan berlilin menunjukan keterlibatan plasenta.
Infeksi kehamilan lanjut dapat menyebabkan infeksi pada janin atau neonatus
pada 40%-50% kasus.
Biasanya bayi baru lahir dengan sifilis kongenital mungkin
mengalami keterlambatan pertumbuhan dengan wajah keriput karena penurunan lemak
subkutan. Kulit mungkin bewarna kecoklatan (cafe-au-lait). Lesi sifilis
kongenital dini yang paling umum pada bayi baru lahir adalah ruam bulosa, yang
disebut pemfigus sifilitik. Gelembung besar dapat terjadi pada seluruh telapak
tangan dan telapak kaki terkadang diseluruh tempat lain. Cairan seropurulen
dari lesi dipenuhi oleh treponema. Mukositis yang identik dengan sifilis
sekunder pada pasien yang lebih tua dapat diamati pada mulut dan saluran
pernapasan atas pada bayi baru lahir. Dishcarge nasal (“snuffle sifilitik”)
sangat infeksius karena mengandung sejumlah besar T.pallidum.
Tulang biasanya menunjukan tanda-tanda osteokondritis dan
pada pemeriksaan sinar-X khas ditemui garis epifisis yang tidak beraturan
(garis Guerin). Kelainan mata dan organ lain atau sistem saraf pusat dapat
muncul saat lahir atau defek ini dapat terjadi pada kemungkinan kasus-kasus
yang di obati. Setiap bayi dengan stigmata sifilis harus ditempatkan diruangan
isolasi sampai diagnosis pasti dapat ditegakkan dan diberi pengobatan yang
tetap.
Karena uji serologi menilai antibodi IgG yang di dapat
secara transplasenta, bayi akan positif jika ibunya positif. Pengobatan
neonatus yang efektif ditandai oleh penurunan titer secara progresif selama
beberapa minggu sampai beberapa bulan.
Penemuan Laboratorium
Untuk memperlihatkan organisme treponema diperlukan lesi
kulit yang basah untuk pemeriksaan lapangan gelap, pewarnaan imunofluoresen
(apusan kering) atau perawatan perak untuk treponema dalam spesimen biopsi.
Karena organisme hanya dapt ditunjukan dalam waktu singkat, diagnosisnbiasanya
dibuat berddasarkan riwayat uji serologis.
Penapisan untuk sifilis terutama dilakukan dengan
pemeriksaan antibodi non treponema non spesifik (misalnya VDRL,RPR). Semua
beresiko inggi sebaliknya diperiksa pada kunjungan pertama. Pasien-pasien
beresiko tinggi sebalikya diperiksa pada umur kehamilan 28-36 minggu dan saat
melahirkan. Pemeriksaan ini akan positif 3-6 minggu setelah infeksi. Titer ini
tinggi pada sifilis sekunder dan titer akan turun hingga rendah atau menjadi
negatif pada sifilis lanjut. Titer yang ditemukan turun empat kali lipat atau
menurun pada sifilis dini menunnukan pengobatan yang adekuat.
Hasil pemeriksaan positif palsu bisa terjadi pada penyakit
kolagen, mononukleosis infeksiosa, malaria, lepra, penyakit demam, vaksinasi,
kecanduan obat, usia lanjut dan kehamilan. Titer yang terlihat pada pemeriksaan
positif palsu biasanya rendah. Namun pada setiap hasil pemeriksaan yang positif
harus dilakukan pemeriksaan antibodi anti treponema. Uji antibodi anti
treponema yang paling luas digunakan adalah uji absorbsi antobodi treponema
fluoresen (FTA-ABS). Uji ini akan
tetap positif meskipun telah mendapatkan pengobatan. Karenna itu tidak
dilakukan penentuan titer.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding sifilis primer adalah chancroid, granuloma
inguinale, limfogranuloma venerum, heros, karsinoma, skabies, trauma, liken
planus, proriasis, erupsi obat, aftosis, infeksi jamur, sindroma Reiter dan
penyakit bowen.
Diagnosis banding sifilis sekunder adalah pitriasis rosea,
psoriasis, liken planus, tinea versikolor, erupsi obat, erupsi “id”, perleche,
infeksi parasit, iritis, neurorentinitis, kondiloma akuiminata, eksentema akut,
mononukleosis infeksiosa, alopesia dan sarkoidosis.
Pengobatan
Pengobatan harus dimulai jika sudah mulai terpapar meskipun
belum terdapat bukti adanya penyakit. Selama hamil, lebih baik mengobati semua
kecurigaan penyakit dari pada beresiko menderita sifilis kongenital.
Orang yang kontak dengan psien sifilis dini (primer,
sekunder, dan laten <1 tahun) harus diobati dengan salah satu regimen
berikut : (1)benzhatin penisilin G 2,4 juta unit IM, (2) tetrasiklin
hidroklorid 500 mg PO empat kali sehari atau doksisiklin 100 mg dua kali sehari
selama 14 hari (jika alergi penisilin tetapi tidak hamil), atau (3) eritromisin (stearat, etilsuksinat
atau basa) 500 mg PO empat kali sehari selama 15 hari (total 30 g) jika alergi
pppenisilin dan ttidak dapat minum tetrasiklin. Terjadi demam singkat (<24
jam) pada 50%-75% pasien yang mendapat terapi penisilin, mungkin karena
pelepasan produk toksik treponema. Demam yang terjadi 4-12 jam setetlah injeksi
salah reaksi Jarisch-Herxheimer.
Sifilis kongenital di obati dengan benzhathin penisilin G
50.000 unit/kg IM jika bayi sudah tidak bergejala dan tidak ada tanda
neurosifilis. Sifilis kongenital yang tidak menimbulkan gejala atau
neurosifilis yang diobati dengan penisilin G kristal yang di encerkan 50.000
unit/kg/hari IV dibagi dalam 2 dosis selama 10 hari atau penisilin prokain G
yang diencerkan selama 50.000 unit/kg setiap hati selma 10 hari.
2.
CHANCROID
Chancroid (chancre lunak) disebabkan oleh kuman batang gram
negatif Haemophilus ducreyi dan jarang ditemui di Amerika Serikat (<1500
kasus/tahun). Infeksi pada wanita dimulai dari lesi papula atau vesikopustuler
pada perineum, serviks atau vagina 3-5 hari stelah terpapar. Lesi berkembang
selama 48-72 jam menjadi ulkus dengan tepi tidak rata berbentuk piring cawan yang
lunak. Beberapa ulkus dapat berkembang menjadi satu kelompok. Discharge kental
yang dihasilkan ulkus berbau busuk dan infeksius. Lebih dari 50% pasien
mengalami limfedenitis inguinal yang sangat nyeri yang dapat menjadi nekrotik
dan mengering spontan. Aspirasi pus dari bubo dapat mengandung organisme.
Sifilis harus disingkirkan meskipun diagnosis banding juga meliputi herpes
simpleks, limfogranuloma venerum dan granuloma inguinale.
Pengobatan meliputi mandi berendam dalam posisi duduk.
Dengan air panas dan sabun ditambah antibiotika. Regimen pengobatan bervariasi
tergantung kepekaan kuman. Seftriason 250 mg IM setiap hari, eritromisin 50 mg
PO empat kali sehari dan trimetoprim
(160 mg)/sulfametoksazol (800mg) PO dua kali sehari cukup efektif. Pengobatan
harus dilanjutkan selama minimal 10 hari sampai ulkus dan nodus limfe sembuh.
Nodus berabses lebih baik diaspirasi dibanding insisi dan drainase.
3.
GRANULOMA INGUINALE
Granuloma inguinale disebabkan oleh Calymmatobacterium
granulomatis penemuan yang khas dalam lesi adalah badan Donovan (bakteri yeng
terbungkus dalam lekosit mononuklear). Hampir tidak pernah di jumpai di Amerika
Serikat (kira-kira 100 kasus/tahun) tetapi umum terjadi di India, Brazil dan
Hindia Barat. Masa inkubasi 1-12 minggu. Granuloma inguinale dapat menyebar
melalui kontak seksual maupun nonseksual yang berulang.
Penyakit biasanya terbatas di daerah vulva dan inguinal
tetapi dapat mengenai serviks, uterus, ovarium atau mulut. Dikenal sebagai
papul atau nodul yang tanpa gejala, mengalami ulserasi sehingga membentuk
daerah granuler kemerahan dengan tepi tajam. Ulkus mengeluarkan discharge yang
berbau busuk. Penyembuhan sangat lamban. Tetpai hanya sedikit menimbulkan
gejala lokal dan sistemik. Ulkus satelit dapat bersatu membentuk satu ulkus
besar. Bubo dapat terjadi demikian. Dapat menimbulkan nyeri jika terjadi di
uretra dan anus.
Kompilasi lanjut dapat berupa disoareunia jika introituss
menyempit karena penyakit kronis. Diagnosis banding meliputi karsinoma,
chancroid, limfogranuloma venerum dan sifilis. Diagnnosis dipastikan dengan
menemukan badan Donavan dalam spesimen biopsi atau apusan pewarnaan wright,
giemsa atau perak.
Obat pilihan untuk pengobatan granuloma inguinale adalah
tetrasiklin 500 mg empat kali sehari selma minimal 21 hari. Pilihan lain adalah
eritromisin 500 mg empat kali sehari selama 14-21 hari, doksisiklin 100 mg dua
kali sehari selama 21 hari atau sulfometoksazol 1 gr dua kali sehari selma 21
hari.
2.4 Upaya Pencegahan PMS
2.4.1 Upaya Pencegahan
Ada dua cara untuk
menolong mencegah terjadinya infeksi
PMS. Cara yang paling meyakinkan adalah
tidak mengadakan hubungan seksual
sama sekali dengan upaya yang disebut pemantangan.
Jika upaya pemantangan bukan pilihan yang dianggap mudah, praktik-praktik hubungan seksual yang aman
harus diterapkan. Hal tersebut di antaranya adalah tidak mengadakan hubungan seksual dengan sembarang orang.
Pasangan suami istri
usahakan selalu memakai alat kontrasepsi saat berhubungan seksual. Meskipun tidak
mudah, mengkomunikasikan hal-hal yang berkaitan dengan
seks yang aman (safe sex) perlu terus ditingkatkan,
sehingga terjadi komunikasi yang jujur
dan terbuka.
Lebih jauh lagi
diperlukan adanya upaya peningkatan kesadaran masyarakat akan bahaya PMS dari segi moral. Pendidikan seks bagi anak-anak sekolah dan remaja pun perlu
ditingkatkan agar mereka lebih waspada dalam menjalani kehidupan pergaulan
remajanya.
2.4.2 Usaha
Pencegahan dan Pemberantasannya
Penyakit kelamin
bukan saja merupakan penyakit menular yang
harus diberantas menurut garis-garis
epidemiologis, tapi juga merupakan masalah sosial yang mempunyai sifat yang sangat kompleks. Dalam usaha pencegahan dan pemberantasannya, diperlukan kerja sama yang baik dengan instansi-instansi lain
seperti pendidikan, sosial, agama, kepolisian,
dan sebagainya.
Dalam garis besarnya,
usaha-usaha pencegahan dan pemberantasannya
dijalankan dengan cara sebagai berikut.
a.
Usaha-usaha yang
ditujukan terhadap penderita dengan
pengobatan, penyembuhan, dan
menghilangkan
sumber penularan. Untuk ini perlu proses berikut.
1)
Case finding, yaitu untuk mencari penderita dalam masyarakat dengan jalan
pemeriksaan.
2) Contact
tracing, yaitu menanyakan kepada
penderita, siapa saja yang telah ia tularkan
agar dapat diusut.
b.
Pengawasan sumber penularan mengingat bahwa sebagian besar
sumber penularan adalah dari wanita tuna
susila (WTS), maka perlu
diusahakan lokalisasi WTS agar
dapat diberikan pengobatan secara
periodik.
c.
Pendidikan dan penerangan kepada masyarakat. Masyarakat perlu mengetahui dan menyadari bahaya-bahaya penyakit kelamin untuk dirinya, keluarga, dan keturunannya.
Menurut
sumber lain, cara pencegahan PMS :
1. Melakukan
hubungan seksual hanya dengan pasangan yang setia
2. Menggunakan
kondom ketika melakukan hubungan seksual
3. Bila
terinfeksi PMS mencari pengobatan bersama pasangan seksual
4. Menghindari
hubungan seksual bila ada gejala PMS, misalnya borok pada alat kelamin, atau
keluarnya duh ( cairan nanah ) dari tubuh.
2.5 Peran Serta Tenaga Kesehatan dalam Pencegahan dan Penanggulangan
PMS
Disilah kita bisa melihat peran tenaga kesehatan masyarakat dan fungsi
funsinya, tidak hanya pemberantasan penyakit menular saja yang akan
dilaksanakan, malah lebih.
Inilah peran peran umum tenaga kesehatan masyarakat :
a.
mengumpulkan,
mengolah data dan informasi, menginventarisasi permasalahan serta melaksanakan
pemecahan permasalahan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan masyarakat;
b.
merencanakan,
melaksanakan, mengendalikan, mengevaluasi dan melaporkan kegiatan Puskesmas;
c.
menyiapkan
bahan kebijakan, bimbingan dan pembinaan serta petunjuk teknis sesuai bidang
tugasnya;
d.
melaksanakan
upaya kesehatan masyarakat;
e.
melaksanakan
upaya kesehatan perorangan;
f.
melaksanakan
pelayanan upaya kesehatan/ kesejahteraan ibu dan anak, Keluarga Berencana,
perbaikan gizi, perawatan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pemberantasan
penyakit, pembinaan kesehatan lingkungan, penyuluhan kesehatan masyarakat,
usaha kesehatan sekolah, kesehatan olah raga, pengobatan termasuk pelayanan
darurat karena kecelakaan, kesehatan gigi dan mulut, laboratorium sederhana,
upaya kesehatan kerja, kesehatan usia lanjut, upaya kesehatan jiwa, kesehatan
mata dan kesehatan khusus lainnya serta pembinaan pengobatan tradisional;
g.
melaksanakan
pembinaan upaya kesehatan, peran serta masyarakat, koordinasi semua upaya
kesehatan, sarana pelayanan kesehatan, pelaksanaan rujukan medik, pembantuan
sarana dan pembinaan teknis kepada Puskesmas Pembantu, unit pelayanan kesehatan
swasta serta kader pembangunan kesehatan;
h.
melaksanakan
pengembangan upaya kesehatan dalam hal pengembangan kader pembangunan di bidang
kesehatan dan pengembangan kegiatan swadaya masyarakat di wilayah kerjanya;
i.
melaksanakan
pencatatan dan pelaporan dalam rangka sistem informasi kesehatan;
j.
melaksanakan
ketatausahaan dan urusan rumah tangga UPT;
k.
melaksanakan
analisis dan pengembangan kinerja UPTD;
l.
melaksanakan
tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas.
Dan inilah
funsi dan peran tenaga kesehatan masyarakat dalam pemberantasan penyakit
menular :
Di era gllobalisasi,dengan tingkat
kebebasan yang longgar dari para orang tua dan ketidak tahuan remaja tentang
penyakit menular seksual yaitu salah satunya HIV/AIDS yang banyak terjadi pada
kalangan kaum remaja. Pada dasarnya remaja tidak memiliki pengetahuan tentang
penyakit menular seksual dan umumnya para remaja memiliki rasa ingin tahu yang
tinggi,dan selalu ingin mencoba hal baru.
Sebenarnya dari fakta dilapangan
masyarkat pada umumnya hanya mengetahui bahwa HIV/AIDS itu hanya bisa terjadi
penularan melalui hubungan intim saja padahal penyakit ini bisa saja tertular
melalui hal-hal yang berhubungan dangan tingkah laku fisik seseorang,seperti
berciuman,terkena tetesan keringat penderita yang bersentuhan dengannya apalagi
jika orang tersebut dalam keadaan tidak sehat(kurang sehat),dan bisa juga
tertular melalui terkena darah penderita penyakit menular seksual(PMS).
Dalam hal ini dan untuk
menurunkan angka penderita PMS,dibutuhkan peran serta orang
tua,keluarga,lingkungan dan tenaga kesehatan. peran tenaga kesehatan sebaiknya
memberikan ataupun mengadakan penyuluhan-penyuluhan pada semua lapisan
masyarakat umumnya dan kalangan remaja khususnya yang sangat rentan terhadap
PMS.
Penyakit menular seksual (PMS) masih tetap merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang perlu mendapat perhatian dalam penanggulangannya. Penyakit
HIV/AIDS sebagai salah satu PMS, yang pertama kali ditemukan pada tahun
1987 menunjukkan kecenderungan meningkat dan meluas pe-nyebarannya.
Terdapat kaitan yang erat antara peningkatan penyakit HIV/AIDS dengan
meningkatnya penyebaran penyakit TB-Paru, karena menurunnya sistem kekebalan
tubuh. Sampai dengan bulan November 1997 secara keseluruhan tercatat
152 orang penderita AIDS dan 450 orang terinfeksi
HIV. Penanggulangan AIDS kegiatannya diintegrasikan dengan pemberantasan PMS,
meliputi sero survai AIDS dan sifilis, dan pemeriksaan (skrining) donor darah.
Kegiatan lainnya berupa penyuluhan tentang pencegahan HIV/AIDS melalui berbagai
media massa. Selama kurun waktu
lima tahun terakhir, telah dilaksanakan sero survai
HIV/AIDS dan sifilis yang mencakup sekitar 432 ribu sediaan, yaitu 122 ribu
sediaan pada tahun 1993/94 dan 310 ribu sediaan selama empat tahun Repelita VI.
Program pembangunan kesehatan yang
dilaksanakan telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan masayarakat secara
cukup bermakna, walaupun masih dijumpai berbagai masalah san hambatan yang akan
mempengaruhi pelaksanaan pembangunan kesehatan. Oleh karena itu diperlukan
adanya reformasi di bidang kesehatan untuk mengatasi ketimpangan hasil
pembangunan kesehatan antar daerah dan antar golongan, derajat kesehatan yang
masih tertinggal dibandingkan dengan engara-negara tetangga dan kurangnya
kemandirian dalam pembangunan kesehatan.
Reformasi dibidang kesehatan perlu
dilakukan mengingat lima fenomena yang berpengauh terhadap pembangunan
kesehatan. Pertama, perubahan pada dinamika kependudukan.
Kedua, Temuan-temuan ilmu dan
teknologi kedokteran. Ketiga, Tantangan global sebagai akibatdari kebijakan
perdagangan bebas, revolusi informasi, telekomunikasi dan transportasi.
Keempat, Perubahan lingkungan. Kelima, Demokratisasi………………………….
Perubahan pemahaman konsep akan sehat dan sakit serta semakin maju IPTEK dengan informasi tentang determinan penyebab penyakit telah menggugurkan paradigma pembangunan kesehatan yang lama yang mengutamakan pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif. Paradigma pembangunan kesehatan yang baru yaitu Paradigma Sehat merupakan upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan masyarakat yang bersifat proaktif. Paradigma sehat sebagai model pembangunan kesehatan yang dalam jangka panjang diharapkan mampu mendorong masyarakat untuk mandiri dalam menjaga kesehatan melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif………………………………………….
Dalam Indonesia Sehat 2010, lingkungan yang diharapkan adalah yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong. Perilaku masyarakat Indonesia Sehat 2010 yang diharapkan adalah yang bersifat proaktif untuk memlihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.
Perubahan pemahaman konsep akan sehat dan sakit serta semakin maju IPTEK dengan informasi tentang determinan penyebab penyakit telah menggugurkan paradigma pembangunan kesehatan yang lama yang mengutamakan pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif. Paradigma pembangunan kesehatan yang baru yaitu Paradigma Sehat merupakan upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan masyarakat yang bersifat proaktif. Paradigma sehat sebagai model pembangunan kesehatan yang dalam jangka panjang diharapkan mampu mendorong masyarakat untuk mandiri dalam menjaga kesehatan melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif………………………………………….
Dalam Indonesia Sehat 2010, lingkungan yang diharapkan adalah yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong. Perilaku masyarakat Indonesia Sehat 2010 yang diharapkan adalah yang bersifat proaktif untuk memlihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.
Kesehatan reproduksi adalah keadaan
sejahtera fisik, mental, sosial secara utuh, tidak semata-mata terbebas dari
penyakit atau kecacatan dalam segala hal yang berkaitan dengan sistim, fungsi,
dan organ reproduksi. Pencapaian kesehatan reproduksi mencakup pencapaian
kehidupan seksual yang memuaskan dan aman, serta pasangan atau individu bebas
menentukan keinginan mempunyai anak, kapan, dan berapa jumlahnya.
Semua orang, baik laki-laki maupun
perempuan mempunyai hak dalam mengatur jumlah keluarganya, termasuk memperoleh
penjelasan yang lengkap tentang cara-cara kontrasepsi sehingga dapat memilih
cara yang tepat dan disukai. Selain itu, hak untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan reproduksi lainnya, seperti pelayanan antenatal, persalinan, nifas
dan pelayanan bagi anak, kesehatan remaja dan lain-lain. Untuk itu
dibutuhkan perangkat, teknik, dan sistim pelayanan yang menjamin terpeliharanya
kesehatan reproduksi seseorang, baik berbentuk upaya pencegahan maupun
pengendalian gangguan atau penyakit reproduksi.
Kebijakan nasional kesehatan
reproduksi di Indonesia pada saat ini memprioritaskan pelayanan empat komponen
atau program terkait yaitu Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir, Keluarga
Berencana, Kesehatan Reproduksi Remaja, serta Pencegahan dan Penanggulangan
Penyakit Menular Seksual (PMS), termasuk HIV/AIDS (Human Immuno-deficiency
Virus/Acquired Immuno-deficiency Syndrome) yang disebut Pelayanan
Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE).
Pelaksanaan PKRE bertumpu pada pelayanan dari
masing-masing program terkait yang sudah tersedia di tingkat pelayanan dasar,
dan paket PKRE ini merupakan keterpaduan berbagai pelayanan dari program
terkait tersebut. Bentuk pelayanan terpadu lebih berorientasi kepada kebutuhan
klien.
Adanya perbedaan sasaran dalam tiap
komponen kesehatan reproduksi dan perbedaan masalah pada tiap klien, menuntut
adanya pelayanan yang komprehensif, namun spesifik, dan sesuai dengan kebutuhan
klien. Dengan demikian setiap komponen program kesehatan reproduksi
memasukkan unsur komponen kesehatan reproduksi lainnya untuk mendukung terciptanya
pelayanan kesehatan reproduksi yang integratif atau terpadu pada klien dan
sesuai dengan kebutuhan klien.
Penyakit Menular Seksual
merupakan salah satu infeksi saluran reproduksi (ISR) yang ditularkan melalui
hubungan kelamin. Dari analisis data yang dihimpun di Indonesia,
prevalensi PMS tidak didokumentasikan secara nasional. Tetapi perlu
disadari, angka prevalensi ISR di Indonesia cukup tinggi. Beberapa
tahun terakhir ini tampak mulai kecenderungan meningkatnya prevalensi PMS.
Penelitian pada klien KB di Jakarta
Utara (1997) mendapatkan angka Kandidiasis 22%, Bakterial Vaginosis 9,9%,
Trikomoniasis 4,5%, Gonore 1,2%, Klamidia 9,3% dan sifilis 0,8% (
Iskandar,1998). Studi di Surabaya, Jawa Timur (2003) mendapatkan hasil
Kandidiasis 8,6%, Bakterial vaginosis 24,8%, Trikomoniasis 23,6%, Gonore 26,9%,
Klamidia 22,1% dan Sifilis 9%. Sedangkan studi yang dilakukan di Jakarta (2006)
mendapatkan hasil Bakterial Vaginosis 13,3%, Klamidia 10,2%, Herpes Genital
9,3%, HIV 1,2% dan Sifilis 0,2% (YMI 2007).
Data PMS di Kabupaten Ciamis
sampai saat ini belum dapat memberikan gambaran epidemiologis PMS sehingga
belum dapat memperlihatkan besarnya masalah PMS yang akurat yang dapat
dipergunakan untuk memperkirakan besarnya derajat epidemi HIV/AIDS disuatu
daerah dan untuk mengetahui dampak program intervensi PMS. Seperti halnya
masalah PMS di Ciamis bagaikan “Teori Gunung Es di Lautan”
Beberapa Puskesmas di Kabupaten Ciamis sudah
melaksanakan paket PKRE dengan salah satu program yaitu Penanggulangan PMS
termasuk HIV/AIDS melalui intervensi seperti Komunikasi, Informasi dan Edukasi
(KIE), pengobatan PMS secara pendekatan sindrom maupun berdasarkan hasil
Laboratorium walau sarana laboratorium yang ada masih minim.
Puskesmas memulai paket PKRE
sejak beberapa tahun terakhir, didukung dengan pelatihan program-program PKRE
yang diberikan pada petugas Puskesmas, sosialisasi, monitoring dan evaluasi
paket PKRE yang diikuti petugas Puskesmas tersebut secara rutin. Dari kegiatan
tersebut berarti secara teknis petugas puskesmas sudah melaksanakan alur
pelayanan klinis paket PKRE.
Beberapa kasus Gonorhoe positif yang
terjaring di beberapa Puskesmas Kabupaten Ciamis. Beberapa kasus
penyakit, baik penyakit yang baru maupun penyakit lama mengalami perubahan
gejala, sehingga memerlukan metode yang lebih baik pada sistim pelayanan
kesehatan. Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah dan hasilnya banyak
mengalami hambatan, karena belum berhasilnya promosi kesehatan dalam rangka
meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan. Faktor yang mempengaruhi
pelayanan adalah faktor tenaga kesehatan yaitu orang yang mengabdikan di bidang
kesehatan, memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan pelatihan khusus seperti, tenaga
pemasang alat kontrasepsi Keluarga Berencana, pemeriksaan penyakit menular
seksual dan keahlian khusus lainnya. Hal inilah yang membedakan tenaga bidang
kesehatan dengan tenaga lainnya, sehingga para tenaga bidang kesehatan ini
harus mempunyai pendidikan dan keahlian melakukan pekerjaan tertentu yang
berhub ungan dengan jiwa
dan fisik manusia serta lingkungannya.
Tenaga kesehatan berperan sebagai
perencana, penggerak dan sekaligus pelaksana pembangunan kesehatan, sehingga
tanpa tersedianya tenaga dalam jumlah dan jenis yang sesuai, maka akan
mempengaruhi pembangunan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, Pemerintah
memiliki kewajiban untuk mengadakan dan mengatur upaya pelayanan kesehatan yang
dapat dijangkau masyarakatnya. Masyarakat dari semua lapisan memiliki hak dan
kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Tentunya aparatur kesehatan (dokter, perawat, tenaga
kesehatan lainnya) tidak bisa bekerja sendirian untuk masalah PSM. Sebaiknya
melakukan sosialisai PSM melibatkan tenaga pendidik dan kependidikan, siswa,
dan lembaga pendidikan lainnya secara berantai.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
PMS adalah
singkatan dari Penyakit Menular Seksual, yang berarti suatu infeksi atau
penyakit yang kebanyakan ditularkan melalui hubungan seksual (oral, anal atau
lewat vagina). PMS yang banyak ditemui yaitu Gonorrhoe (GO),
Sifilis, Trikomoniasis, Herves Simplek, HIV / AIDS. PMS adalah istilah umum dan
organisme penyakit penyebabnya, yang tinggal dalam darah atau cairan tubuh,
meliputi virus, mikoplasma, bakteri, jamur, spirokaeta dan parasit-parasit
kecil (misalnya Phthirus pubis, skabies).
Perempuan lebih mudah
terkena ISR dibandingkan laki – laki, karena saluran reproduksi perempuan lebih
dekat ke anus dan saluran kencing, ISR pada perempuan juga sering tidak
diketahui karena gejalanya kurang jelas dibandingkan dengan laki – laki.
Cara penularan PMS
termasuk HIV / AIDS, dapat melalui :
1.
Hubungan seksual yang tidak terlindung,
baik melalui vagina, anus, maupun oral. Cara ini merupakan cara paling utama (
lebih dari 90 % )
2.
Penularan dari ibu ke janin selama
kehamilan ( HIV / AIDS, Herves, Sipilis ) pada persalinan ( HIV / AIDS,
Gonorhoe, Klamidia ), sesudah bayi lahir
( HIV / AIDS )
3.
Melalui transfusi darah, suntikan atau
kontak langsung denagn cairan darah atau produk darah ( HIV / AIDS )
Perilaku
yang berisiko tinggi terhadap penularan PMS, termasuk HIV / AIDS :
1. Sering
berganti – ganti pasangan seksual atau mempunyai satu atau lebih pasangan
seksual baik yang dikenal atau yang tidak dikenal( misalnya dengan penjaja
seksual )
2. Pasangan
seksual mempunyai pasangan ganda. Penularan dari ibu ke janin / bayinya sering
bersumber dari pasangan / suami seperti ini
3. Terus
melakukan hubungan seksual, walaupun mempunyai keluhan PMS dan tidak
memberitahukan kepada pasangannya tentang hal tersebut
4. Tidak
memakai kondom saat melakukan seksual dengan pasangan yang beresiko
5. Pemakaian
jarum suntik secara bersama – sama secara bergantian, misalnya pada penderita
ketergantungan narkotika atau kelalaian petugas kesehatan dalam menjaga
sterilitas alat suntik.
DAFTAR
PUSTAKA
http://journal.lib.unair.ac.id/index.php/IJPH/article/view/489/488
(diakses pada: Rabu, 20 Maret 2013 , 20:42)
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/2009/09/penyakit-menular-seksual.html
(diakses pada: Rabu, 20 Maret 2013, 20:43)
http://mukhsal.blogspot.com/2013/01/peran-tenaga-kesehatan-masyarakat-dalam.html
(diakses pada: Rabu, 20 Maret 2013, 20.55)
Karwati, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan (Kebidanan
Komunitas). Jakarta: Trans Info Media
Runjati. 2010. Asuhan Kebidanan Komunitas. Jakarta:
EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar