BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Definisi Anemia
Anemia (dalam bahasa Yunani: Tanpa darah) adalah keadaan saat jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal. Anemia adalah
berkurangnya hingga dibawah nilai normal eritrosit, kuantitas hemoglobin, dan
volume packed red blood cell (hematokrit) per 100 ml darah.
Anemia Gizi adalah kekurangan kadar
haemoglobin (Hb) dalam darah yang disebabkan karena kekurangan zat gizi yang
diperlukan untuk pembentukan Hb.Anemia terjadi karena kadar hemoglobin (Hb)
dalam darah merah sangat kurang. Di Indonesia sebagian besar anemia ini
disebabkan karena kekurangan zat besi (Fe) hingga disebut Anemia Kekurangan Zat
Besi atau Anemia Gizi Besi.
Anemia adalah penyakit darah yang sering ditemukan. Beberapa
anemia memiliki penyakit dasarnya. Anemia bisa diklasifikasikan berdasarkan
bentuk atau morfologi sel darah merah, etiologi yang mendasari, dan penampakan klinis. penyebab anemia yang paling sering
adalah perdarahan yang berlebihan, rusaknya sel darah merah secara berlebihan hemolisis atau kekurangan pembentukan sel darah merah ( hematopoiesis yang tidak efektif).
Seorang pasien dikatakan anemia bila konsentrasi hemoglobin (Hb) nya kurang dari 13,5 g/dL atau hematokrit (Hct) kurang dari 41% pada
laki-laki, dan konsentrasi Hb kurang dari 11,5 g/dL atau Hct kurang dari 36%
pada perempuan.
2.2
Klasifikasi
Anemia
1.
Anemia defisiensi Besi : Tidak
cukupnya suplai besi mengakibatkan defek pada sintesis Hb, mengakibatkan
timbulnya sel darah merah yang hipokrom dan mikrositer.
2.
Anemia Megaloblastik : Defisiensi
folat atau vitamin B12 mengakibatkan gangguan pada sintesis timidin dan defek pada replikasi
DNA, efek yang timbul adalah pembesaran
prekursor sel darah (megaloblas) di sumsum tulang, hematopoiesis yang tidak efektif, dan pansitopenia.
3.
Anemia Aplastik : Sumsum tulang
gagal memproduksi sel darah akibat hiposelularitas, hiposelularitas ini dapat
terjadi akibat paparan racun, radiasi, reaksi terhadap obat atau virus, dan
defek pada perbaikan DNA serta
gen.
4.
Anemia Mieloptisik : Anemia yang
terjadi akibat penggantian sumsum tulang oleh infiltrate sel-sel tumor,
kelainan granuloma,
yang menyebabkan pelepasan eritroid pada tahap awal.
2.2.1 Klasifikasi anemia berdasarkan ukuran sel
1.
Anemia mikrositik :
jhonpenyebab utamanya yaitu defisiensi besi dan talasemia (gangguan Hb)
2.
Anemia normositik : contohnya
yaitu anemia akibat penyakit kronis seperti gangguan ginjal.
3.
Anemia makrositik : penyebab
utama yaitu anemia pernisiosa, anemia akibat konsumsi alcohol, dan anemia megaloblastik.
2.3
Anemia
dalam Kehamilan
Anemia
dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11 gr% pada
trimeter 1 dan 3 atau kadar <10,5 gr% pada trimeter 2. Anemia lebih sering
dijumpai dalam kehamilan karena dalam kehamilan keperluan akan zat-zat makanan
bertambah dan terjadi perubahan - perubahan dalam darah dan sumsum tulang.
Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia.
Namun bertambahnya sel-sel darah adalah kurang jika dibandingkan dengan
bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Pertambahan itu adalah
plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%.
Pengenceran
darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan
bermanfaat bagi wanita hamil. Pengenceran ini meringankan beban jantung yang
harus bekerja lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai akibat hipervolemia
tersebut, keluaran jantung juga meningkat. Kerja jantung ini lebih ringan
apabila viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang pula, sehingga
tekanan darah tidak naik.
Kebutuhan
ibu selama kehamilan adalah 800 mg besi, di mana 300 mg untuk janin plasenta
dan 500 mg untuk pertambahan eritrosit ibu. Dengan demikian, ibu membutuhkan
tambahan sekitar 2-3 mg besi/hari. Terdapat beberapa kondisi yang menyebabkan
anemia defisiensi besi, misalnya: infeksi kronik, penyakit hati, dan
thalasemia.
Anemia
dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu dalam kehamilan,
persalinan, maupun nifas dan masa selanjutnya. Penyulit-penyulit yang dapat
timbul akibat anemia adalah keguguran, kelahiran prematur, persalinan yang lama
akibat kelelahan otot rahim di dalam berkontraksi, perdarahan pasca-melahirkan
karena tidak adanya kontraksi otot rahim, syok, infeksi baik saat bersalin
maupun pasca-bersalon, serta anemia yang berat (<4 gr%) dapat menyebabkan
dekompensasi kordis. Di samping itu, hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan
syok dan kematian pada ibu pada persalinan yang sulit, walaupun tidak terjadi
perdarahan.
Anemia
dalam kehamilan juga memberikan pengaruh kurang baik bagi hasil pembuahan
(konsepsi) seperti: kematian mudigah, kematian perintal, bayi lahir prematur,
dapat terjadi cacat bawaan, dan cadangan besi yang kurang. Sehingga anemia
dalam kehamilan merupakan sebab potensial kematian dan kesakitan pada ibu dan
anak.
Anema
dalam kehamilan dapat dibagi sebagai berikut: anemia defisiensi besi, anemia
megaloblastik, anemia hipoplastik, dan anemia hemolitik. Anemia defisiensi besi
merupakan anemia yang paling sering dijumpai dalam kehamilan. Anemia akibat
kekurangan zat besi ini disebabkan kurang masuknya unsur bagi dalam makanan,
gangguan penyerapan, gangguan penggunaan, dan karena terlalu banyak zat besi
keluar tubuh, misalnya pada perdarahan.
Anemia
defisiensi besi pada wanita hamil merupakan problema kesehatan yang dialami
oleh wanita diseluruh dunia terutama di negara berkembang (Indonesia). WHO
melaporkan bahwa prevalensi wanita hamil yang mengalami defisiensi sekitar
35-75% serta semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan.
Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkambang berkaitan dengan anemia pada
kehamilan dan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut, bahkan tidak
jarang keduanya saling berinteraksi.
Keperluan
terhadap zat besi bertambah dalam kehamilan, terutama dalam trimester terakhir.
Apabila masuknya zat besi tidak ditambah dalam kehamilan, maka akan sangat
mudah untuk terjadinya anemia defisiensi besi, terutama pada kehamilan kembar.
Untuk daerah khatulistiwa seperti Indonesia, zat besi lebih banyak keluar
melalui air peluh dan melalui kulit.
2.4
Gejala
dan Tanda Anemia dalam Kehamilan
Ibu hamil dengan keluhan lemah, pucat, mudah pingsan, dengan
tekanan darah dalam batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi besi.
Secara klinis dapat dilihat tubuh yang pucat dan tampak lemah (malnutrisi).
Gejala lain yang dapat ditemui diantaranbya palpitasi,
berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neuromuskular,
disphagia, dan pembesaran kelenjar limpa. Niali ambang batas yang digunakan
untuk menentukan status anemia ibu hamil, didasarkan pada kriteria WHO tahun
1972 ditetapkan 3 kategori yaitu: normal >11 gr/dl, ringan 8-11 gr/dl, berat
<8 gr/dl. Sedangkan menurut pemeriksaan Sachli, tidak anemia Hb 11 gr%,
anemia ringan 9-10 gr%, anemia sedang 7-8 gr%, anemia berat <7 gr%.
Guna memastikan seorang ibu menderita anemia atau tidak,
maka dikerjakan pemeriksaan kadar hemoglobin dan pemeriksaan darah tepi.
Pemeriksaan hemoglobin dengan spektrofotometri merupakan standar. Hanya saja
alat ini tersedia di kota. Mengingat di Indonesia penyakit kronik seperti
malaria dan TBC masih sering
dijumpai, maka pemeriksaan khusus seperti darah tepi dan dahak perlu dilakukan.
Pada daerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi
dan dengan tingkat pemenuhan nutrisi yang minim, seperti di Indonesia, setiap
wanita hamil haruslah diberikan sulfas ferosus atau glukonas ferosus sebanyak
satu tablet sehari selama masa kehamilannya. Selain itu perlu juga dinasehatkan
untuk makan lebih banyak protein dan sayur-sayuran yang mengandung banyak
mineral serta vitamin.
2.5
Klasifikasi Anemia dalam Kehamilan
Anemia pada ibu hamil dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa macam. Klasifikasi anemia pada ibu hamil ini
berdasarkan penyebab terjadinya anemia tersebut.
Secara umum menurut Proverawati
(2009) klasifikasi anemia pada ibu hamil dibagi menjadi:
1.
Anemia defisiensi besi sebanyak 62,3%
Anemia defisiensi besi adalah anemia
yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah. Pengobatannya adalah
pemberian tablet besi yaitu keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil
dan dalam laktasi yang dianjurkan.
Untuk menegakkan diagnosis anemia
defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnese. Hasil anamnese didapatkan
keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang dan keluhan mual
muntah pada hamil muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan
dengan menggunakan metode sahli, dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan
yaitu trimester I dan III. Anemia Megaloblastik sebanyak 29%.
Anemia ini disebabkan karena
defisiensi asam folat (pteryglutamic acid) dan defisiensi vitamin B12
(cyanocobalamin) walaupun jarang. Menurut Hudono (2007) tablet asam folat
diberikan dalam dosis 15-30 mg, apabila disebabkan oleh defisiensi vitamin B12
dengan dosis 100-1000 mikrogram sehari, baik per os maupun parenteral.
2.
Anemia Hipoplastik dan Aplastik sebanyak 8%
Anemia disebabkan karena sum-sum
tulang belakang kurang mampu membuat sel-sel darah baru.
3.
Anemia Hemolitik sebanyak 0,7%
Anemia disebabkan karena
penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat daripada pembuatannya.
Menurut penelitian, ibu hamil dengan anemia paling banyak disebabkan oleh
kekurangan zat besi (Fe) serta asam folat dan viamin B12. Pemberian
makanan atau diet pada ibu hamil dengan anemia pada dasarnya ialah memberikan
makanan yang banyak mengandung protein, zat besi (Fe), asam folat, dan vitamin
B12.
Pemeriksaan hemoglobin secara rutin
selama kehamilan merupakan kegiatan yang umumnya dilakukan untuk mendeteksi
anemia.
Klasifikasi
menurut Depkes RI (2000):
1.
Tidak
anemia : ≥ 11 gr%
2.
Anemia
: < 11 gr% 2)
Klasifikasi
anemia menurut WHO:
1.
Normal
: ≤ 11 gr %
2.
Anemia
ringan : 9-10 gr % c)
3.
Anemia
sedang : 7-8 gr% d) Anemia berat : < 7 gr% 3)
Klasifikasi
menurut Manuaba (2010):
1.
Tidak
anemia : Hb 11 gr % b)
2.
Anemia
ringan : Hb 9-10 gr %
3.
Anemia
sedang : Hb 7-8 gr %
4.
Anemia
berat : Hb < 7 gr %
2.6
Dampak Anemia Defisiensi Zat Besi Pada Kehamilan
Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena
sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia
meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko
kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka
kematian perinatal meningkat. Di
samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada
wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis
tidak dapat mentolerir kehilangan darah.
Soeprono menyebutkan bahwa dampak anemia pada kehamilan
bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan
kelangsungan kehamilan abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses
persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada
masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stress kurang,
produksi ASI rendah), dan gangguan
pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan
lain-lain) (Amiruddin dkk, 2004).
2.7
Penyebab
Anemia dalam Kehamilan
Hampir semua
anemia dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi/ kekurangan zat besi.
Adapun etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan menurut Amiruddin,dkk
tahun 2004 diantaranya sebagai berikut:
1.
Hipervolemia, menyebabkan terjadinya
pengenceran darah
2.
Pertambahan darah tidak sebanding dengan
pertambahan plasma
3.
Kurangnya zat besi dalam makanan
4.
Kebutuhan zat besi meningkat
5.
Gangguan pencernaan dan absorbsi
2.8
Cara
Pencegahan Anemia dalam Kehamilan
Anemia dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan bergizi
seimbang dengan asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat
besi dapat diperoleh dengan cara mengonsumsi daging (terutama daging merah)
seperti sapi. Zat besi juga dapat ditemukan pada sayuran berwarna hijau gelap
seperti bayam dan kangkung, buncis, kacang polong, serta
kacang-kacangan. Perlu diperhatikan bahwa zat besi yang terdapat pada
daging lebih mudah diserap tubuh daripada zat besi pada sayuran atau pada
makanan olahan seperti sereal yang diperkuat dengan zat besi
2.7 Penatalaksanaan Anemia dalam Kehamilan
Kebijakan nasional yang diterapkan di seluruh Pusat
Kesehatan Masyarakat adalah pemberian satu tablet besi sehari sesegera mungkin
setelah rasa mual hilang pada awal kehamilan. Tiap tablet mengandung FeSO4
320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 500 ug, minimal masing-masing 90 tablet.
Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama teh atau kopi, karena akan
mengganggu penyarapannya. Anemia defisiensi besi yang tidak tertangani dengan
tepat, dapat mengakibatkan abortus pada kehamilan muda, dan dalam kehamilan tua
dapat menyebabkan persalinan lama, perdarahan pasca melahirkan, dan infeksi.
Pengobatan anemia biasanya dengan pemberian tambahan zat
besi. Sebagian besar tablet zat besi mengandung ferosulfat, besi glukonat atau
suatu polisakarida. Tablet besi akan diserap dengan maksimal jika diminum 30
menit sebelum makan. Biasanya cukup diberikan 1 tablet/hari, kadang diperlukan
2 tablet. Kemampuan usus untuk menyerap zat besi adalah terbatas, karena itu
pemberian zat besi dalam dosis yang lebih besar adalah sia-sia dan kemungkinan
akan menyebabkan gangguan pencernaan dan sembelit. Zat besi hampir selalu
menyebabkan tinja menjadi berwarna hitam, dan ini adalah efek samping yang normal
dan tidak berbahaya Medicastore, 2007).
DAFTAR
ISI
Erfandi. “Anemia Pada Ibu Hamil”. http://forbetterhealth.wordpress.com/2008/11/18/anemia-pada-ibu-hamil/ (diakses pada: Kamis, 9 Mei 2013, 20:32)
Julusiri,
Mutmainnah. “Makalah Anemia”. http://innahalwayshereforyou.blogspot.com/2012/05/makalah-anemia.html
(diakses pada: Sabtu, 11 Mei 2013, 16:51)
Rukiyah, Ai Yeyeh dan Lia Yulianti.
2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi
Kebidanan). Jakarta: Trans Info Media
Saspriyana, Kade Yudi. “Anemia dalam Kehamilan,Mengapa harus
Dicegah?” http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitaminggu&kid=13&id=24613
(diakses pada: Kamis, 9 Mei 2013, 20:30)
Terima kasih banyak mbak informasinyaa.. (y)
BalasHapussangat mambantu saya dalam menemukan informasi kesehatan untuk menambah wawasan pengetahuan...
Sekali lagi, terima kasih..;.